Belum banyak yang mengetahui manfaat kandungan nutrisi dari ikan berjenis bandeng. Padahal bila dibandingkan dengan jenis ikan lain yang kerap diimpor dari luar negeri, nilai gizi dari bandeng lokal tak kalah tinggi. Bahkan ikan ini juga memiliki beragam keunggulan yang membuatnya cocok dijadikan panganan pelengkap nutrisi keluarga Indonesia. Tak heran belakangan ini mulai digalakkan kembali gerakan gemar makan ikan khususnya menyasar masyarakat lokal di Bali yang merupakan salah satu sentra pembibitan ikan bandeng kelas ekspor.
Salah satu alasan mengapa ikan bandeng perlu dijadikan sebagai sumber pangan terutama untuk memenuhi kebutuhan protein keluarga Indonesia, yaitu faktor ketersediaan ikan ini dapat dikatakan cukup melimpah. Ikan ini dapat dengan mudah berkembang di perairan nusantara, kabar baiknya lagi sentra pembibitan bandeng ternyata ada di Bali bagian utara. Tepatnya di Kecamatan Gerokgak, industri tambak benih ikan bandeng (nener, red) berkembang baik sejak puluhan tahun silam. Kegiatan usaha di industri tambak ini terdiri dari teknologi Hatchery Lengkap dan Hatchery Skala Rumah Tangga (HSRT).
Uniknya, motor penggerak industri perikanan ini merupakan masyarakat setempat di Kecamatan Gerokgak sendiri. Bisa dikatakan sentra pembibitan benih bandeng ini berbasis kerakyatan karena menjadi sumber mata pencaharian bagi 80% warga di sana. Salah satu warga asli Gerokgak yang ikut berperan memajukan industri tersebut ialah Ketut Bendesa lewat bendera usaha CV Surung. Ia telah meniti karier di bidang usaha perikanan sejak 19 tahun silam, saat ini dirinya memiliki kolam pembenihan Bandeng dan Kerapu yang berlokasi di Desa Penyabangan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng dengan kapasitas produksi rata-rata 300,000 ekor benih per hari.
I Ketut Bendesa mengawali terjun ke bisnis perikanan tanpa modal pengalaman maupun wawasan mengenai industri tersebut. Semua itu bermula pada saat peristiwa Bom Bali mengguncang pariwisata pada tahun 2002. Ketut Bendesa semula bekerja di perusahaan travel agent ikut terkena imbas dari penurunan pariwisata, setelah mengalami pemutusan kerja memutuskan pulang ke kampung halaman. Sesampainya di desa asalnya itu ia melihat-lihat lapangan kerja apa yang dapat dikembangkan sesuai skill yang dimiliki. Namun dengan pengalaman dan latar belakang kerja sebelumnya ia cukup kesulitan untuk menemukan peluang yang cocok.
Kala itu saudaranya di kampung halaman sudah terlebih dahulu menekuni usaha tambak ikan. Ketut Bendesa melihat peluang usaha tersebut sangat menjanjikan dan akhirnya ikut belajar mengenai seluk beluk perikanan. Barulah pada tahun 2009 ia memberanikan diri mencari target market di luar negeri dan langsung menemukan potensi pasar di negara tetangga. Melalui program pembinaan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Ketut Bendesa menjadi salah satu dari pengusaha tambak nener bandeng yang berhasil menembus ekspor ke Filipina.
Ketut Bendesa menyebut, negara Filipina menjadi tujuan ekspor utama di lingkup ASEAN lantaran di negara tersebut ikan Bandeng merupakan sumber pangan utama masyarakat di sana. Bila dibandingkan dengan Indonesia, minat mengonsumsi bandeng di sana sama besarnya dengan kegemaran orang Indonesia dalam mengonsumsi daging ayam. Padahal dari segi nutrisi yang terkandung di dalamnya, ikan bandeng kaya manfaat serta rasa daging yang nikmat.
Jika negara tetangga saja gemar mengonsumsi ikan produksi lokal kita, tentunya sebagai masyarakat Indonesia hendaknya dapat melirik sumber protein hewani yang lezat dan bergizi ini. Apalagi harganya terbilang sangat terjangkau dibandingkan ikan impor lain yang digadang-gadang kaya manfaat. Pelaku usaha pembibitan dan tambak bandeng seperti Ketut Bendesa pun berharap konsumsi ikan bandeng oleh masyarakat lokal semakin meningkat sehingga industri perikanan lokal kian bergeliat.