Terletak di Desa Jatiluwih, Kabupaten Tabanan Bali, sistem pengairan Subak telah dikenal sejak dulu oleh masyarakat Indonesia melalui pelajaran di sekolah maupun sebagai pengetahuan umum.
Memiliki luas lebih dari 400 hektar, Subak menawarkan pemandangan sawah serba hijau. Tidak hanya merujuk pada sistem irigasi yang digunakan, sistem ini juga menjadi tradisi sosial gotong royong yang mengelilinginya. Bahkan lewat sistem ini, pasokan air yang terbatas bisa dikelola bersama oleh 1.200 petani individual.
Arti Subak
Menurut arti kata, Subak diambil dari bahasa Bali yang memiliki arti sealiran. Dari sumbernya, air dialirkan ke dalam sistem irigasi yang mengarah ke sawah-sawah para petani.
Sumber lain menyebutkan kata Subak berasal dari kata “suwak” sedangkan wilayah subak pada masa lalu disebut “kasuwakan”. Kata “kasuwakan” ini tertulis pada prasasti Pandak Bandung yang dibuat oleh Raja Anak Wungsu pada tahun 1071 Masehi, prasasti Banjar Celepik Tojan Klungkung yang dibuat tahun 1072 Masehi, juga prasasti Pengotan Bangli, dan prasasti Bwahan Kintamani Bangli
Makna dan Filosofi
Subak dinilai sebagai refleksi dari filosofi Bali kuno Tri Hita Karana. Filosofi ini jika diterjemahkan berarti ‘tiga penyebab kesejahteraan’ yang menggambarkan hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubungan harmonis sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam dan lingkungannya.
Tri Hita Karana diterapkan secara nyata oleh masyarakat Bali, bukan hanya di atas kertas. Dalam hubungan manusia dengan Tuhan misalnya, tampak dari adanya pure kecil di setiap Subak hingga sawah milik petani.
Kemudian dalam hubungan manusia dengan manusia lain, dalam hal ini hubungan antar petani. Nilai dasar bangsa Indonesia seperti gotong royong dan saling bantu pun masih nyata jadi pegangan.
Lalu hubungan antara manusia dengan lingkungan atau alam. Bahwa setiap Subak dan aktivitas pertanian haruslah bermanfaat bagi lingkungan, mengolah lahan dengan tujuan yang baik pula.
Lebih jauh lagi, sistem terasering dan pengairan Subak juga memiliki dampak baik pada lingkungan. Selain itu, sistem tersebut juga bersinergi dengan kebutuhan masyarakat Bali yang rutin memberi persembahan atau sesajen untuk keperluan upacara.
Diakui UNESCO
Pada 29 Juni 2012, sistem irigasi yang berasal dari Bali ini menjadi Warisan Dunia UNESCO. Lewat Subak, masyarakat Bali mempertahankan sawah yang subur dan hidup dalam simbiosis alam lebih dari seribu tahun lamanya.
Saat itu subak ditetapkan pada sidang UNESCO ke-36 di St Petersburg. Mereka mengetuk palu dan mengesahkan Subak Bali sebagai warisan dunia bidang Cultural Landscape.
Dijadikan Doodle Google
Pada tanggal 29 Juni 2020, halaman depan Google menampilkan ‘Google’ dengan nuansa sawah yang sangat hijau guna memperingati Subak yang berasal dari Bali.
Ilustrasi Doodle Subak saat itu merupakan hasil karya Hana Augustine, seorang seniman asal Indonesia. Doodle ini memperlihatkan seseorang yang sedang melihat ke arah area persawahan yang dibentuk menjadi kata ‘GOOGLE’.